Sabtu, 29 Oktober 2011

Sepasang Kesedihan

Seperti yang telah aku lakukan hingga hari ini, aku akan terus mencintaimu. Dari purnama ke purnama, hingga purnama berikutnya. Begitu berulang hingga nafas berhenti. Selebihnya biarkanlah Dia Sang Maha Cinta memeluk kesedihanmu.

Langitpun sepertinya ikut berduka. Diteteskannya lara serupa jarum-jarum yang menusuk sukma. Mungkinkah dia mengerti, bahwa tak setiap cinta berbunga bahagia.

Sejauh perjalanan kita, bukankah kitapun tak pernah mengerti mengapa cinta memberi kita akhir air mata, sedang kita begitu saling mencinta.

Jauh di teduh matamu, diantara kesedihan-kesedihan yang kian basah, aku tahu kau menginginkanku. Tapi kau lebih suka tenggelam dalam dukamu. Memilih membalut setiap luka tikaman cinta. Sendiri.

Kau tahu, setiap pilihan meski itu menyakitkan akan membawa obatnya sendiri. Mencintaimu berarti ikut merawat kesedihanmu, menciptakan bahagiamu, menghadirkan senyummu, meski tanpa aku di sisimu. Semua itu adalah obat kesedihanku. 

Jadikan aku sesuatu yang mampu kau pahami dengan denyut nafasmu, rindumu, sentuhmu dan hasrat luka-lukamu.

Cintailah aku di antara kesedihanmu. Semampumu. Semampu engkau menciumi luka yang memerih dari kesedihanmu.

Rindu telah kusulam pada lembaran waktu, agar cinta dapat berselimut tenang di lubuk hatimu. 

Meski pada akhirnya hanya kenanganlah satu-satunya tempat aku dapat memilikimu. Utuh. Tanpa kesedihan. 

Itu jalan yang ingin kau tempuh. Dan aku hanya bisa mengikutimu. Dengan gerimis di sepanjang perjalanan. Kesedihan kita.

Tak perlu menyesali. Sebuah jalan telah ditentukan, takdir kita. Jalan yang sejatinya sama-sama tak ingin kita pilih. Biarkan kesedihan-kesedihan tumbuh subur di sepanjang jalan itu, tapi kau dan aku mengerti, cinta kitapun kekal bersamanya. Itu lebih dari cukup.



Senin, 24 Oktober 2011

Detik

Pernahkah kau berpikir, berapa lama aku mencintaimu. Dua puluh empat jam. Setiap detik aku mencintaimu. Detik demi detik menikmati setiap rasa yang ditawarkannya. Dari pagi ke pagi. Dari hujan ke pelangi. Dan aku belum lelah.

Setiap detik cinta itu bertunas. Menumbuhkan cinta yang baru. Lebih dalam dari cinta yang sebelumnya. Begitu terus. Sepanjang hari. Dari musim ke musim. Dari tahun ke tahun. Terus tumbuh. Akarnya semakin dalam menancap di hati. Bunganya bermekaran memberi wangi hari. Dan aku belum juga berhenti.

Hingga detik ini, aku belum lelah, aku belum berhenti. Jadi, mengertikah kau betapa aku mencintaimu...

 ***
Entah bagaimana mengungkapkan cinta yang kurasa, 
atau mungkin cintaku terlalu sederhana,
hingga kata tak lagi mampu menyampaikannya,
tapi detik akan membuktikannya...
***

Minggu, 23 Oktober 2011

Padamu : (7) Titik

Tuan, Bahkan sebuah cerita yang tersusun indah itu berawal dari sebuah titik. Titik-titik menyatu membentuk huruf. Kemudian mereka bergandengan membentuk kata. Setiap kata terangkai menjadi kalimat. Dan terciptalah sebuah cerita.

Tuan, Bahkan sebuah gambar yang terlukis indah berawal dari sebuah titik. Setiap titik saling melebur membentuk garis, juga lengkungan. Kemudian mereka saling melengkapi. Bertaut dalam coretan-coretan yang lebih bermakna. Dan mewujudlah sebuah gambar.

Dan kita, Tuan. Adalah dua titik yang hanya diam di tempat. Kau tetap diam disana. Dan aku diam menunggu di sini. Kita berjarak. Tak bisakah kita saling mendekat ? Tak bisakah kita menyatu dan mulai menuliskan cerita kita? Cerita cinta. Lengkap dengan kalimat-kalimat bahagia, bahkan kalimat tentang air mata. Tak bisakah kita melebur dan mulai melukis gambar kehidupan kita berdua ? Gambar kita yang saling berpelukan. Juga saling nenggenggam memberi kekuatan. Gambar kehidupan yang akan membuktikan cinta kita ada.

Tuan, tak bisakah?

Rabu, 19 Oktober 2011

Padamu : (6) Jatuh

terkisah...
pada setiap titik kehidupan yang harus dilewatinya
perempuan itu telah sampai pada bagian bahwa ia telah jatuh cinta 
hanya
sosok itu tak pernah tergapai
sebatas punggung yang bisa ia pandangi dari kejauhan
serupa bintang jatuh
sekelabat menyapa bola matanya sebelum ia mampu menyentuhnya
tak banyak yang bisa di lakukan
selain terus mengirim isyarat
sehalus angin
selembut gerimis
kemudian berharap tak jatuh semakin dalam 
tapi
sepertinya sia-sia...


Sabtu, 15 Oktober 2011

Padamu : (5) Derai Pagi

di antara kilau embun itu
kau memantul perlahan
kenangan ternyata tak mampu bersembunyi
dari hangat matahari di sela dedaunan

setelah langkahmu menjauh
kesedihan diam-diam melebur dalam banyak hal
pada dingin pagi tanpa hangat bisikan
juga di balik kedua mata

betapa sunyinya
bahkan detak jantungkupun tak terdengar
angin terus meniupkan sepi perlahan
dari bagian bumi yang entah ke pucuk-pucuk ilalang

sejurus cahaya matahari menjatuhkan bayang-bayang
juga kesendirian milik diri
satu jatuh tepat di tengah jantung
kemudian bening tergelincir di kedua pipi
---

dear, need you...

Padamu : (4) Saat Senja

Saat senja, kita berbagi cerita di antara lembut jingganya. Menyulam setiap bahagia dalam tatapan mesra. Melepas duka melebur bersama angin yang berlalu tergesa.

Saat senja, kita nikmati setiap lekuk indahnya dalam dekapan manja. Membiarkan rumput-rumput hijau menggelitik telanjang kaki kita. Menitipkan sejuta angan pada langit diantara arakan mega.

Saat senja, kita rebah untuk mengurai setiap penat jiwa. Malam yang menjelang tak lagi memberi risau pada gelapnya. Karena utuh cinta telah erat menggenggam sukma.

Nanti. Saat senja bersamamu yang kuharap segera tiba...
---

Masih disini. Menunggumu dalam bias kilau senja.

Rabu, 12 Oktober 2011

Another "Pelukan"

Jauh dari kamu, ada yang berubah dariku. Tak bisa tidur. Aku telah terbiasa dengan kehadiranmu. Sesuatu hilang saat kau tak ada di sisi. Pelukanmu. Seperti bayi yang menginginkan kedamaian dalam pelukan ibunya saat terlelap, begitupun aku. Malam selalu terasa panjang saat kau tak bersamaku. Aku begitu kehilangan pelukanmu.

Lalu disana. Ada kemeja biru yang kau pakai kemarin saat pulang. Aku sengaja tak mencucinya. Tetap tergantung di belakang pintu kamar kita. Ada alasan khusus mengapa aku tak segera mencucinya. Bukan karena malas atau sejenisnya. Itu karena aku tak ingin baumu yang melekat di sepanjang kainnya tak hilang atau berubah menjadi wangi sabun cuci. Alasan yang bodoh bukan ?

Terserah apa yang kau pikirkan. Tapi aku begitu suka baumu. Aku menciptakan ritual sebelum tidur : menciumi kemejamu. Bau tubuhmu yang melekat seolah kembali menyeret ingatanku padamu. Tentang semuanya yang ada di dirimu. Memang tak bisa menghapus seluruh kerinduanku. Tapi itu cukup. Terkadang aku bahkan memakainya. Baumu begitu dekat, seolah kau juga tidur di sampingku. Memelukku. Yah, bau tubuhmu yang masih menempel di kemejamu menjadi semacam pelukan. Pelukan yang menenangkan, disaat jarak dan waktu memaksaku menepi di kesunyian dan kerinduan.

Kamu tak keberatan bukan?

Seperti di dialog film Jerry Maguire "You complete me". Begitulah kamu. Melengkapi hidupku. Jauh darimu ada yang hilang. Membekukan baumu di ingatanku memang tak mampu menggantikan kehadiranmu yang sejatinya. Tapi untuk sekarang ini, tak banyak yang bisa aku lakukan. Baumu yang kau tinggalkan lebih dari cukup untuk memelukku.

Kenyataan bahwa aku mencintaimu.

Mungkin kali ini bau tubuhmu yang kurasakan tengah memelukku. Tapi akan ada hari, saat kamu kembali, aku benar-benar memeluk tubuh hangatmu. Berlama-lama dalam dekapanmu. Saat itu tiba, aku tak akan melepaskanmu.

Aku kangen.

Minggu, 09 Oktober 2011

Jarak

kemudian...
jarak itu dibentangkan antara kita
agar makna mampu tercipta pada setiap ruang diantaranya
benih kasih sayangpun ditiupkan dalam desir sunyinya
agar kita mampu menjaganya hingga berputik dan berbunga

tapi satu pintaku :
jangan terlalu lama kau susuri jarak yang ada
jalanku terlalu sepi tanpa ada kau di sana