Rabu, 29 Juni 2011

Petrichor

Aku jatuh seperti hujan yang menitik yang akhirnya meresap dalam butir-butir tanah dan menemukan tempatnya di sisi titik hujan yang lain : kau.

Lalu perlahan aku bergerak menujumu dan kau menangkapku, bersama tanah berdua kita bersenyawa dan menjelma petrichor, menebar wewangian ke segenap penjuru mata angin : cinta kita

Kau dan aku, petrichor yang akan selalu ada sepanjang hujan yang menetes, selama bumi yang berputar, semoga....

Selasa, 28 Juni 2011

Pada Suatu Ketika


Pada suatu ketika...

Aku menjelma menjadi hujan. Dan kau adalah tanah tempatku terjatuh. Terkadang aku menetes lembut, dan kau bersiap menyambutku dengan segala hangatmu. Dengan terbuka. Tanpa alasan. Hanya menerima. Sepenuh hati. Terkadang tubuhku yang serupa jarum begitu deras menghujamimu. Menjatuhi dengan keras. Sementara kau tetap terbuka dan menerima. Tak ada keluh terucap. Tak ada suara. Kata yang kau miliki hanya senyum. Bahasa tubuhmu tetap memeluk. Membiarkan setiap tetes tajam yang terjatuh meresap. Hilang. Berlalu.

Cintakah yang membuatmu menerimaku apa adanya ? Bahkan saat aku menetes deras serupa jarum-jarum yang berlari ke tubuhmu ? Tak ada jawaban. Kau hanya lebih erat memelukku. Mengecupi dinginku. Dan itu cukup menjadi jawaban pertanyaanku.

Setelah tahun yang berlari. Kau tetap menjadi tanah yang menopangku. Dan aku tetap menjadi hujan yang terus jatuh padamu. Begitu, hingga kini.

Pada suatu ketika. Aku menjelma menjadi hujan, dan kau adalah tanah tempatku terjatuh...

Senin, 27 Juni 2011

Berjalan

Terbangun. Dan tiba-tiba saja semua yang belum terselesaikan kemarin mulai masuk ke kepala. Memenuhi pikiran. Membuat pagimu menjadi terasa berat. Pernah merasa begitu ? Jika sudah begini, yang diperlukan adalah udara segar. Keluar. Berjalan. Mencoba menghilangkan sesak yang mulai membeban.

Berjalan. Sepertinya hanya aktivitas simple. Tapi buatku lebih dari sekedar simple. Bukan hanya sekedar menggerakkan kaki belaka. Berjalan memiliki konsep maju, bergerak, dinamis, berubah. Saat kamu berjalan, itu artinya kamu ingin berubah. Bukannya stuck. Dan berubah di sini tentunya untuk yang lebih baik. Entah itu suasana dan pikiran, seperti aku pagi ini, atau mungkin berubah untuk hati dan dirimu sendiri.

Aku tidak suka keramaian. Mungkin itu mengapa aku lebih suka berjalan saat pagi hari. Saat belum banyak aktivitas di sekitarku. Akupun bebas menghirup udara yang ditawarkan pagi. Membuatku lebih tenang. Udara yang kuhirup kemudian kuhembuskan kembali pelan-pelan seperti ikut membawa pergi pikiran-pikiran yang menggangguku pagi ini. Melepaskannya ke udara bebas. Dan menggantinya dengan pikiran-pikiran positif bersamaan udara yang kembali kuhirup.

Terus berjalan berarti terus maju. Apapun yang menghalang. Tak perduli batu dan jalan terjal yang menghalang. Ini artinya kamu memiliki ketetapan hati untuk terus maju dan berjuang. Bukankah begitu hidup ini. Tak perduli apapun yang terjadi hidup harus terus berlanjut. Dan bukannya terjebak pada masalah yang mengganggumu. Terus berjalan, mencari jalan keluar, menemukan pilihan-pilihan yang pada akhirnya mampu mengurai masalah yang mulai mengkusut di pkiranmu.

Berjalan dan kembali jatuh cinta pada pagi, membuatku lega. Paling tidak resah yang membebani pikiran mulai terlepas. Hidup terlalu singkat untuk hanya di isi dengan keluhan atas masalah yang membebani. Terus berjalan dan melangkah, mencoba menghadapi apapun yang menghadang, itu yang akan membuat kita lebih tangguh menghadapi belantara kehidupan ini.

Hei kamu... Temani aku berjalan pagi ini ya...

Sabtu, 25 Juni 2011

Mencintaimu

mencintaimu,
membuatku menjelma menjadi hujan
tak henti jatuh membasahi berandamu
bersama lembut angin kasmaran

mencintaimu,
membuatku menjelma seindah purnama
tak henti meneteskan cahaya rindu sendu
bersama malam yang meluruh bisu

mencintaimu,
membuatku menjelma menjadi kata
tak henti mengalir mengukir puisi cinta
bersama detak nafas yang tanpa menjeda

adakah engkau tahu itu ?

Jumat, 24 Juni 2011

Kekuatan Cinta

 Kalau sudah ada cinta disisimu. Semua kan jadi enteng.
Dan semua yang ada diatas tanah. Hanyalah tanah jua. ~ Imam syafi'i

Kekuatan cinta. Itu yang terpikir di benakku saat membaca kutipan Sang Imam. Cinta sanggup merubah kita menjadi apapun. Melakukan apapun. Begitu hebatnya kekuatan cinta. Sanggup membuat Qais majnun karena cintanya pada Laila. Sanggup membuat Yuliet mengorbankan dirinya sendiri demi Romeo. Atau mungkin kamu punya kisah milikmu sendiri. Cinta yang sanggup membuatmu melakukan apa saja. Bahkan hal-hal teraneh dan tergila sekalipun. Itulah kekuatan cinta.

Kekuatan cinta sanggup  membawa kita kepada kebaikan yang indah. Cinta dengan kekuatannya sanggup membuat seorang hamba memaksa diri bangun di sepertiga malam terakhir dan meninggalkan hangat selimutnya demi menemui cinta Khaliq-nya. Cinta dengan kekuatannya sanggup membuat seorang ibu memberikan air susu dan darahnya demi cahaya mata yang telah dilahirkannya. Cinta dengan kekuatannya sanggup membuat seorang ayah meneteskan keringat demi sebentuk senyum keluarga yang di kasihinya. Cinta dengan segala kekuatannya sanggup membuat seorang pecinta  mengorbankan segala yang dimilikinya demi dia yang dicintainya. Tanpa kekuatan cinta seorang pecinta tak akan pernah melakukan semua itu.

Seperti mawar, dibalik kelembutan dan keindahannya, cinta juga memiliki kekuatan untuk melukai, seperti halnya duri mawar. Terkadang kita begitu terbuai dengan lembut dan indahnya, hingga tanpa disadari telah tertusuk, terluka , dan berdarah. Jika cinta adalah sebuah ujian dari-Nya, disinilah kedewasaan kita di uji. Apakah luka yang ditimbulkannya sanggup membuat kita menjadi pribadi yang membijak. Atau sebaliknya, hanya meninggalkan sekedar luka yang tak berarti.

Semoga bisa belajar. Dari kekuatan cinta.

Kamis, 23 Juni 2011

Patah

  • Saat hati patah, dia ingin belajar membijak. Biarkan dia patah. Biarkan dia membijak. 
  • Saat hati patah, letakkan di tangan-Nya. Dia Maha Tahu yang terbaik untukmu. Pasrahkan 
  • Saat hati patah, pelan-pelan akan tumbuh sayap. Sayap yang akan mengajarimu terbang di ketabahan.
  • Saat hati patah, akan ada jembatan yang menunggumu saat kamu terus melangkah. Jembatan yang akan membawamu menuju hati yang lain. Hati yang lebih mencintaimu.
  • Saat hati patah, kamu akan lebih mengerti arti memiliki.
  • Saat hati patah, kamu akan belajar tentang arti kehilangan.
  • Saat hati patah, hatimu akan belajar untuk tumbuh. Tumbuh lebih kuat dari sebelumnya.
  • Saat hati patah, kamu boleh menangis. Tetes air matamu pelan-pelan akan membersihkan lukamu.
  • Saat hati patah, kamu belajar melepaskan. Disitu kamu akan semakin mengerti tentang keikhlasan.
  • Saat hati patah, tetaplah mencinta. Kamu akan belajar arti ber-besar hati.
  • Saat hati patah, teruslah mendoakannya. Doa-doamu akan membalut luka hatimu.
  • Saat hati patah, datanglah padaku. Aku akan memelukmu. Membantumu menyembuhkan sakitmu.

    Hati yang patah, kamu tidak sendirian.




Rabu, 22 Juni 2011

Selamat Pagi, Hujan

Aku menunggumu, hujan. Beberapa hari ini tak kulihat dirimu. Aku mencarimu di balik awan. Juga di kaki senja. Tapi aku tak menemukanmu. Aku harap kau baik-baik saja. Atau kau sedang terluka. Kau terlalu lama menanti. Penantian itu yang membuatmu luka. Penantian terkadang seperti memiliki duri tajam : ketidakpastian. Itu yang membuatmu terluka. Aku yakin begitu.

Aku tahu rasanya menanti. Sangat. Tahu rasanya bagaimana diam menanti tanpa ada kata pasti. Meski hanya sepotong kata. Begitu berulang kembali esoknya. Menanti. Dan kata yang dinanti tak kunjung tiba. Hingga akhirnya kau terlalu lama menanti. Kakimupun mulai tumbuh akar. Cintamu yang menumbuhkan dan menyuburkannya. Semakin banyak. Semakin menggurita. Dan kau menancap semakin dalam. Tak mampu lagi bergerak. Dan kaupun tetap menanti. Dengan luka mengiringi. Aku tahu rasanya.

Tapi sudahlah. Itu pilihanmu, hujan. Menanti dengan luka mengiringi. Cinta kadang begitu, memiliki luka. Tapi kau akan belajar membalutnya. Belajar mengecup setiap tetes sakit yang mengalir. Saat kau semakin pandai membalut dan mengecup luka, aku yakin kau akan baik-baik saja. Meski mungkin luka itu meninggalkan bekas. Tapi kau akan baik-baik saja.

Hujan, pagi ini aku menantimu. Lagi. Aku tak keberatan kau bersembunyi untuk menyembuhkan luka. Tapi jangan terlalu lama ya... Aku mulai merindukanmu. Cepatlah merintik. Hujani aku. Meski itu tetes lukamu...
---
Note :
Meracau. Saat hujan tak kunjung tiba. Merindunya. Sangat.

Selasa, 21 Juni 2011

Kertas & Crayon

aku adalah kertas putih
dan engkau adalah crayon
kau beri warna-warni hariku
menjadikannya merona
kemudian melebur
menjadi lukisan kehidupan
dengan beribu rasa
sebagai nafasnya

thankyou...

Senin, 20 Juni 2011

Keheningan


Aku ini perempuan yang menyukai keheningan. Aku jatuh cinta padanya. Aku nyaman berjam-jam bersamanya. Menikmati pelukannya. Kemudian setelah menemuinya, biasanya diam-diam aku tertidur dengan hati damai. Seperti bayi yang tertidur tenang dalam hangat dekapan ibunya.

Begitu, aku terus mengulanginya. Menemuinya kembali. Tak pernah bosan. Keheningan selalu menawarkan banyak hal untukku. Memberi kesempatan untuk berbicara pada diriku sendiri. Itu yang paling aku suka darinya. Saat aku mampu berbicara dengan diri, semua yang membebani seperti terurai sendiri. Meluruh bersama sepi yang dihadirkannya. Saat semua beban terlepas dan mampu berdamai dengan diri, ketenanganlah yang hadir di penghujungnya.

Aku juga suka membagi rahasiaku pada keheningan. Menceritakan padanya semua rasa. Rasa yang tak ingin kubagi pada siapapun. Bahkan tentang air mata yang aku tak ingin orang lain mengetahuinya. Aku lebih suka membaginya dengannya. Mungkin karena aku merasa lebih aman bercerita padanya. Keheningan benar-benar mengerti tentang ini. Disimpannya semua yang aku ceritakan dalam desir sunyinya. Aku tak perlu khawatir dia akan bercerita pada orang lain. Rahasiaku aman bersamanya.

Keheningan juga pendengar setia. Aku suka menceritakan padanya apa yang aku lakukan untuk melalui hari. Cerita-cerita ringan yang menyenangkan. Seperti hujan yang turun. Atau semangkuk mi siram yang benar-benar nikmat hari ini. Juga dia. Yah, dia adalah topik paling menyenangkan dalam ceritaku. Tak pernah habis cerita tentang dia. Tapi keheningan tak pernah bosan mendengarkannya. Diamnya memberitahuku.

Heii... Apakah kau juga mengenalnya ? Atau mungkin kau juga jatuh cinta padanya seperti aku ? Kalau kau tak mengenalnya, mungkin sekali-kali kau harus menemuinya. Aku jamin kau akan tenang bersamanya. Mudah menemukannya. Saat kamu sendiri. Tak ada suara selain suara alam dan detak jantungmu sendiri. Saat itu kau akan merasakan kehadirannya. Saat kau menemuinya, bersenang-senanglah bersamanya. Nikmati detik yang berlalu bersamanya. Mungkin kau juga akan menemui banyak hal di situ. Seperti aku. Percayalah... Sekali waktu kau harus menemuinya...

Bicara Cinta

Bicara cinta tak pernah ada habisnya. Selalu menarik. Paling tidak buatku. Meski saat membicarakan cinta kita hanya menyentuh kulitnya saja, tapi tetap saja menyenangkan. Tak pernah pasti tentang definisi cinta. Aku lebih suka memaknainya menurut apa yang aku rasakan. Tapi bukankah begitu adanya, cinta lebih indah saat kamu merasakannya...

  • Cinta adalah saat kamu bertemu dengannya tiba-tiba perutmu mulas, jantungmu berdetak lebih cepat dari yang seharusnya, dan pipimu terasa panas karena malu bercampur bahagia.
  • Cinta adalah saat kamu mengingatnya, kerinduan diam-diam memenuhi hatimu. Ingin melihatnya. Meski hanya dari kejauhan, itu cukup .
  • Cinta adalah saat kamu menginginkan dia menjadi orang terakhir yang kamu lihat sebelum tidur dan menjadi orang pertama yang kamu lihat saat kamu kembali membuka mata.
  • Cinta adalah saat kamu menginginkan dia yang menggenggam jemarimu saat kesedihan menyapamu. Memberi kekuatan lewat genggamannya. Membuatmu lebih tegar.
  • Cinta adalah saat dia pergi, kamu terus menatap punggungnya, dan saat dia menghilang dari pandanganmu separuh hatimu ikut menghilang bersamanya.
  • Cinta adalah saat di dalam doa-doa yang kau panjatkan tak pernah sekalipun kamu alpa menyebut namanya.
  • Cinta adalah saat kamu bisa mengerti dan memahami segala kekurangannya tanpa kata "seandainya".
  • Cinta adalah saat kamu tak perlu mengkhawatirkan hari esok karena kamu tahu dia selalu ada di dekatmu.  Menemanimu.
  • Cinta adalah kamu masih memafkannya meski berkali-kali dia membuat hatimu luka.
  • Cinta adalah saat kamu turut menangis ketika melihatnya terluka.
  • Cinta adalah kamu begitu mengingat setiap detail yanga ada pada dirinya. Bahkan bagaimana caranya menyentuhmu.
  • Cinta adalah saat kamu ingin menghabiskan seluruh sisa hidupmu bersamanya. Hanya bersamanya.
---
Cinta adalah, kamu...

Minggu, 19 Juni 2011

Move On

Pernah merasa begitu sulit pergi dari masa lalu ? Masa lalu yang melukai. Pergi dari seseorang yang telah meninggalkan sakit. Semakin kuat keinginanmu untuk melangkah pergi, tapi seolah masa lalu itu menarikmu kembali. Membuatmu terjebak. Seperti lingkaran yang tak berujung, kamu hanya berputar-putar di masa lalu itu. Tak mampu pergi dan menjauh.

Saat kamu menginginkan pergi, jangan masukkan semua kenanganmu bersamanya kedalam koper hatimu. Kamu harus memilah-milahnya. Pilih kenangan indah yang membuatmu tersenyum. Membuatmu bahagia. Lipat dan letakkan rapi di koper hatimu. Kamu boleh membawanya sebanyak yang kamu inginkan. Dengan membawanya maka kamu akan semakin pandai bersyukur.

Untuk kenangan yang membuatmu menangis dan terluka tak perlu kau bawa. Tinggalkan. Kamu tak membutuhkannya. Saat kamu tak mau meninggalkannya dan tetap membawanya pergi bersamamu, kenangan itu hanya akan membuatmu semakin berat melangkah. Membuatmu sulit pergi.  Tinggalkan dan biarkan usang. Menghilang di makan waktu. Disini kamu belajar arti melepaskan. Belajar mengerti tentang keikhlasan. Tanpa itu kamu akan sulit pergi. Tetap membawanya hanya akan menyusahkanmu. Membebani sepanjang perjalananmu di kemudian hari. Atau bahkan mungkin akan membuatmu membayar lebih mahal lagi.

Good luck ! Semoga perjalananmu semakin mendewasakanmu.
---

"Saat kamu belajar melepaskan seseorang yang kamu cintai, sesungguhnya kamu juga belajar tentang keikhlasan dan ketulusan cinta yang sejatinya"

Kenyataan

diantara pagi yang meluruh bersama matahari yang meninggi
tersimpan sebentuk rasa yang membiru dalam setiap lekuk kalbu

     adalah kamu...
     wangi rindu yang terhirup tanpa ampun
     menelusup memenuhi peparu
     mengalir deras di sekujur nadi

saat embun kemudian menjadi tiada terenggut panasnya hari
yang tersisa hanyalah keringnya jiwa dihempas kenyataan

     adalah aku...
     sepotong hati yang tergugu pilu
     menelan setiap tetes tangis yang menghujan
     atas takdir yang tak lagi sama

Jumat, 17 Juni 2011

Seperti Sepatu

Ada tipe perempuan yang mencintai seperti sepatu.

Seperti sepatu, dia tak pernah berteriak meski terinjak. Semua di telannya sendiri. Suka, bahagia, sakit, bahkan air mata. Tak banyak berkata. Semua rasa dinikmatinya. Tanpa keluhan sepatahpun yang keluar dari bibirnya.

Seperti sepatu  yang tak pernah pergi berlalu meski si pemilik berkaki bau, begitu juga dirinya. Segala kekurangan diterima. Dia mengerti benar apa arti "nobody perfect". Cadangan toleransinya tinggi. Dia sangat memahami segala kekurangan orang yang dicintainya. Dia mencintai dengan penuh. Lengkap dengan segala kekurangan yang ada.

Seperti sepatu, dia sangat setia. Mengikuti kemanapun. Di jalan berbatu, aspal yang licin, bahkan comberan sekalipun. Apapun yang dikatakan dan dilakukan orang yang dicintainya, dia mengamininya. Tak ada kata menolak. Baginya itu wujud dan bukti cintanya.

Seperti sepatu, dia rela tersingkir demi sepatu lain yang hadir. Yang lebih baru. Lebih bagus. Tak ada kata protes karena perhatian padanya berkurang. Mulai jarang dikenakan. Dia cukup bahagia dengan melihat orang yang dicintainya bahagia. Dan itu yang paling penting baginya.

Tak tahu apa yang kamu pikirkan tentang dia. Mungkin kamu menganggap dia bodoh. Terlalu Cinta. Cinta buta. Dan seterusnya. Atau justru sebaliknya, kamu berpikir dia adalah seorang pecinta sejati. Yang sanggup berbuat apa saja demi kebahagiaan orang yang dicintainya. Meski untuk itu dia harus menggigit perasaannya sendiri. Tapi apa urusan kita. Dia yang merasa. Dia yang menjalani. Jika dia rela dan bahagia dengan semua itu, apapun pendapat kita tak ada artinya lagi baginya. Ini hidupnya. Miliknya. Terserah dia, bagaimana caranya mencinta. Bahkan jika harus seperti sepatu.

Pernah bertemu perempuan seperti itu ? Atau mungkin justru kamu sendiri perempuan itu.

***

Kamu

kamu, lukisan abadi di benak rasa
yang tak pernah lalu meski mentari dan gemintang terus berganti menghias angkasa

kamu, rindu di setiap nafas
yang tak henti kuhela kemudian melarut lekat mendarah tak mampu terlepas

kamu, damba tanpa kata berhenti
yang menghadirkan ribuan mimpi kemudian perlahan menjelma menjadi puisi

kamu, cinta penghuni jejantung
yang memberi warna jiwa menjadikanya merona berpelangi tanpa ada ujung

kamu, aku mencintaimu...

Kamis, 16 Juni 2011

Lampu Merah

Cinta itu terkadang seperti lampu merah di persimpangan jalan. Ada saatnya kamu harus berhenti. Tahu kapan harus kembali melaju. Berhati-hati ketika lampunya menyala kuning mengingatkanmu.

Dalam hidup, terkadang cinta membawamu ke dalam persimpangan. Membuatmu bingung. Tak tahu pasti apa yang mesti di lakukan. Jika ini yang terjadi, tak ada salahnya diam mengambil nafas. Sejenak men'jeda'. Melihat tanda-tanda disekitarnya. Perhatikan lampu yang menyala. Belajar memaknainya. Dan pada akhirnya mengambil keputusan yang lebih bijak. Tanpa ragu dan buru-buru. Keputusan terbaik dari 'jeda' yang kamu lakukan.

Di persimpangan cinta, terkadang lampu menyala merah, memberi peringatan untukmu. Tanda kamu harus berhenti. Terus berjalan hanya akan menghancurkanmu. Menyakiti orang-orang di sekelilingmu. Dan yang pasti akan menyakiti dirimu sendiri. Cinta yang kamu temui kadang begitu. Tak selalu seperti yang kamu harapkan. Bertemu orang yang "salah" misalnya. Atau cinta terlarang. Berhenti. Mematuhi lampu yang menyala merah sepertinya lebih aman. Daripada terus melaju. Menabrak apa yang menghalang. Dan akhirnya terluka.

Lampu cinta menyala kuning tanda kamu harus berhati-hati. Kuning bisa jadi adalah persiapan untuk berhenti. Tapi bisa juga persiapan untuk terus melaju. Untuk itulah kamu harus benar-benar berhati-hati mengambil langkah. Jangan sampai salah duga. Bersiap melaju padahal sebenarnya harus berhenti. Dan sebaliknya. Jeda yang kau lakukan akan membantumu menentukan langkah. Memberitahumu.

Lampu hijau yang menyala terang, tanda kamu boleh jalan terus. Tak ada lagi penghalang. Jangan ragu ambil keputusan untuk maju. Atau seseorang lain akan mendahuluimu, dan lampu merah meyala di hadapanmu. Tak perlu bimbang. Itulah saatnya engkau ditemukan dan menemukan. Ditemukan seseorang yang tulus mencintamu. Dan menemukan seseorang yang sepenuh hati kau cintai. Jika saatnya tiba, dan lampu hijau menyala, pesanku untukmu : mencintalah dan bahagia.

Tak Tersampaikan

tak tersampaikan
mengikat erat kata
menafikkan teriaknya
membungkusnya dalam bungkam
bisu...

saat lisan terkunci
rasa mengalir menjadi lautan bait
dibisikkannya pada dingin malam
membeku...

duhai,
tak bisakah sejenak meluangkan waktu
menatap jauh ke dalam
mencoba mengerti
yang bisu
yang membeku
itu saja...

Rabu, 15 Juni 2011

Berkaca

Berkaca. Mematut diri di cermin hati. Melihat kembali apa yang telah terlewati. Adakah hanya meninggalkan tapak tipis yang sekejap tersapu ombak kehidupan. Ataukah tertanam dalam dan membekas menjadi tapak yang mampu menopang diri melangkah menuju sinar kebaikan yang lebih terang lagi.

Berkaca. Menatap segala pantulan diri dengan hati jujur. Belajar menerima kekurangan diri. Bukan untuk menyesalinya. Tapi menjadikannya titik awal membuka diri. Melebur segala keangkuhan yang pernah di jalani.

Berkaca. Bertanya pada hati. Apa yang harus digenapi. Terus bertanya. Terus menggenapi. Tak henti hingga nafas berakhir mati. Dengan itu, aku harap hidup akan lebih berarti.

Semoga...

Punggung

Jika ada bagian tubuhmu yang aku sukai, itu adalah punggungmu. Sangat suka. Merebahkan kepalaku disitu sambil memeluk pinggangmu. Mungkin itu alasan mengapa aku lebih suka bepergian denganmu naik motor. Aku bisa berlama-lama memelukmu dari belakang sambil menempelkan pipiku di punggungmu.

Aku mencintaimu untuk banyak alasan. Bahkan mungkin tak terhitung. Semua yang ada padamu aku cinta. Termasuk punggungmu. Alasan yang terdengar bodoh bukan. Tapi begitulah cinta. Terkadang engkau mencintai seseorang untuk alasan-alasan yang bodoh. Dan engkau tak perlu perduli apa kata orang. Mereka suka atau tidak bukankah engkau sendiri yang merasakan.

Aku mengingat jelas bagaimana punggungmu. Juga rasanya. Hangat. Kehangatan yang tak mampu terhalangi baju yang kau kenakan. Menempelkan pipiku di situ membuat hangatnya langsung menjalar ke seluruh tubuh. Hangat yang menenangkan. Aku suka menikmati hangatnya sambil memejamkan mata. Aku ingin fokus merasakan hangatnya. Dan tak mau kehilangan moment sedetikpun untuk itu. Hangat punggungmu yang menenangkan seolah menghapus segala risau hati. Kau tahu, merasakannya membuatku tak perlu lagi mengkhawatirkan esok. Ada kamu. Bersamaku.

Angin senja bertiup lembut. Menggoyang daun-daun kamboja di depan rumah. Juga mengusap pipiku. Dingin. Dan saat ini aku begitu menginginkan punggungmu yang hangat. Menempelkan pipiku. Berlama-lama di situ. Merasakan kembali, hangat itu.

Heiii... Aku merindukanmu...


Selasa, 14 Juni 2011

Kembali

Malam dingin. Hujan menyisakan gerimis. Bulir-bulirnya masih menempel di jendela. Berpendar warna-warni terkena sorot lampu jalan. Perempuan itu menyukainya. Sangat. Dalam hujan selalu ada kekasihnya. Perempuan itu selalu menemukannya di setiap rintik yang membasah. Begitu juga malam ini. Hujan kembali membawanya pada kekasihnya. Pada kisah yang pernah mereka lewati. Lalu ingatannya berhenti pada potongan kisah pilu yang menyesakkan. Saat dua raga begitu dekat, tapi hati seolah terhalang pagar tinggi berkarat.

Lalu seperti adegan film yang di putar silih berganti, ingatannya  mulai mencerna pertengkaran demi pertengakaran yang selalu berakhir dengan matanya yang sembab. Pada ujung adegan terlihat jelas dua insan yang pernah begitu saling mencinta berdiri berhadapan, saling menggenggam jemari, tapi tidak hati mereka lagi. Terngiang jelas ucapan perpisahan itu. "Selamat tinggal. Doaku untukmu, semoga bahagia selalu".

Pedih. Sangat. Tapi perempuan itu tak hendak membuang kisah itu. Tak sepotongpun. Semuanya tersimpan rapi di sudut hatinya yang terdalam. Sebagai pengingat untuknya. Pelajaran hidup yang tak ingin diulangnya. Menjadi kisah yang akan mendewasakannya.

Malam semakin menua. Gerimis tak juga reda. Lirih harapan terucap dari bibirnya : "Jika boleh meminta, ijinkan aku kembali mengulang masa. Bertemu kembali di bawah rintik hujan, dan alam kembali semerbak wangi asmara. Kita ukir cerita yang berbeda dengan bahasa cinta milik kita. Hingga tak pernah ada akhir air mata"
---

Terkadang kehidupan tak seperti yang kita inginkan, 
tapi semua itu tetaplah yang terbaik untuk kita

Senin, 13 Juni 2011

Kenangan

"Memory is a way of holding onto the things you love, the things you are, the things you never want to lose"
---

Kenangan itu serupa buku-buku tua yang tersimpan di rak hati. Ada banyak judul. Ada banyak cerita. Ada banyak pelaku. Ada banyak rasa.

Di rak hatiku, aku mengatur rapi semua buku. Tak ada yang terbuang. Aku menyukai semuanya. Walaupun mungkin berisi cerita penuh sayatan luka dan derai air mata. Aku masih suka membukanya. Terkadang setelahnya kembali tersayat dan membuatku menangis diam-diam. Menangis sampai tertidur. Dan terbangun dengan sisa air mata yang telah mengering di pipi. Meski begitu, setelah terbangun hati lebih tenang. Mungkin air mata semacam pembersih hati yang berduka. Membuatku lebih jernih memandang segala sesuatunya. Dan perlahan semangatpun muncul seiring matahari yang semakin meninggi. Hati yang kelabu berubah menjadi oranye. Hhmm... Kalau sudah begini, kenangan menyedihkan menjadi semacam buku 'reminder'. Yang mengingatkan untuk lebih berhati-hati lagi agar kejadian yang sama tak kembali berulang.

Aku juga punya buku favorit. Kenangan favorit. Kenangan yang sanggup membuatku tersenyum. Kembali berbunga-bunga. Bahagia dari ujung kaki sampai ujung kepala. Kenangan tentang orang-orang yang kucintai. Kenangan tentang bahagia yang pernah kami lewati. Membukanya kembali halaman demi halaman membuatku semakin tersungkur dalam syukur. Merasa begitu dicintai-Nya. Merasa menjadi perempuan paling beruntung di dunia. Ternyata begitu banyak orang-orang yang memberikan bahagia di sekelilingku. Lengkap dengan cerita indah yang mengiringinya.

Kadang terlintas di pikiranku. Apakah kamu juga menyimpan kenangan tentangku dalam sebuah buku yang kau simpan di rak hatimu. Aku yakin iya. Tapi aku tak tahu pasti apakah kau juga masih sering membukanya. Mengingatku. Atau sebaliknya, buku itu hanya tergeletak bisu di sudut hatimu. Berdebu. Dan terlupakan. Tapi mengingat atau melupakan tetaplah hak milikmu penuh. Mengingat atau melupakan aku tak keberatan. Aku hanya ingin mengucapkan terimakasih. Untuk semua yang pernah terlewati. Untuk menjadi bagian dari buku-buku yang kusimpan rapi di hatiku. Heii... Aku belajar banyak darimu. Sekali lagi, terimakasih.


Minggu, 12 Juni 2011

Pahit

Jika kehidupan memberikan kita bermacam rasa, pahit adalah salah satunya. Pahit akan kau kecap manakala kecewa, sakit, luka, duka, cobaan, dan seterusnya tengah mewarnai jalan takdir yang tengah kau lalui. Rasa yang lebih sering menghadirkan perasaan tidak nyaman daripada sebaliknya. Sesuatu hal selalu memiliki dua sisi. baik dan buruk. Begitupun pahit. Tidak selamanya hanya tentang kepahitan. Tapi ada juga kebaikan yang tersembunyi di sebaliknya. Seperti obat. Ada kalanya berasa pahit, tapi akan kita dapati kesembuhan setelahnya.

Tanpa rasa pahit kau tak akan mengerti dan menghargai rasa manis. Tak mampu mensyukuri segala kebaikan yang telah diberikan-Nya.

Rasa pahit itu adalah cara-Nya menempa kita agar menjadi pribadi yang sabar, kuat dan tegar. Tanpa merasakan kepahitan kita akan terlena dengan kebahagiaan. Menjadikan kita lemah, dan saat cobaan datang tak tahu apa yang mesti dilakukan.

Pahit adalah semacam keseimbangan dalam hidup kita. Hanya mengecap rasa manis akan mematikan empati kita. Tidak peka dengan ketidakberuntungan orang lain. Menjadikan kita sosok yang hanya mementingkan diri sendiri.

Pahit seringkali justru menyadarkan kita akan keberadaan-Nya. Menyadari kita lemah tanpa-Nya. Membutuhkan-Nya. Tak berdaya tanpa-Nya. Bukankah justru saat kepahitan mendera kita ingat pada-Nya. Kembali mendekat pada-Nya. Memohon kekuatan. Meminta jalan keluar. Dibanding pada saat manis yang kita kecap, kita justru melupakan-Nya.

Jika saat ini engkau merasa pahit. Itu bukan akhir segalanya. Tak perlu berputus asa dan merasa diri seolah sangat tidak beruntung. Ambil hikmah di sebaliknya. Itu yang akan membuatmu lebih dewasa. Semoga.

Melupakan

Hujan ingin melupakan kekasihnya. Berhenti mencintainya. Dia memutuskan untuk mengakhiri kesedihannya. Dia mulai letih. Kekasihnya selalu membuatnya gerimis. Gerimis yang runcing. Tajam. Serupa jarum. Menyakitkan. Hujan letih terluka. Tapi melupakan kekasihnya begitu sulit. Seperti bernafas hujan mencintai kekasihnya. Melupakan dan berhenti mencintai kekasihnya sama saja seperti berhenti bernafas. Membuatnya sesak. Mati.

Hujan semakin sulit melupakan, saat bayang-bayang kekasihnya di jumpainya hampir di sudut hari yang dilaluinya. Senyumnya. Pelukannya. Genggaman jemarinya. Bau tubuhnya. Caranya berjalan. Tertawanya yang lepas. Tatapannya. Getaran suaranya. Semuanya terekam jelas di benaknya. Hujan mencintai kekasihnya terlalu dalam. Terlalu jatuh. Terlalu mengingat apa yang ada di diri kekasihnya. Membuatnya semakin sulit melupakan.

Mungkin sebaiknya dia pikun atau amnesia sekalian. Agar tak ada lagi sedikitpun tentang kekasihnya yang tertinggal di ingatannya. Memiliki ingatan baru. Dengan orang-orang baru di dalamnya. Dan menemukan salah satu di antara mereka yang benar-benar mencintainya. Tak membiarkan gerimis sedikitpun menetes dari matanya. Menjaganya dari luka.

Sudahlah. Berhenti memikirkan sesuatu yang tak pasti. Perlahan hujan beranjak dari tempat tidurnya. Bantalnya telah basah gerimis. Dirapikannya gaunnya yang terlihat kusut. Kemudian berbisik pada dirinya sendiri. "Mungkin tempatmu memang disitu, dipikiranku. Akan kubiarkan kau tetap disitu selama apapun itu. Meski mungkin setiap hari gerimis akan jatuh dari mataku. Menusuk-nusuk tubuhku. Melukaiku."

Hujan memilih menerima kenyataan. Melupakan tak pernah mudah untuknya. Terlebih itu kekasihnya. Yang dicintainya seperti bernafas. Membiarkan apa yang tengah terjadi mengalir. Begitu saja. Tahun akan membantunya lupa.Tuhan akan mengecup luka. Hujan meyakininya.
---

"Banyak orang datang dan pergi dalam kehidupan kita. Ada yang pergi begitu saja seperti daun kering yang dihempas angin. Tak berbekas. Tapi ada yang tertinggal di hati. Meninggalkan jejak. Terlalu dalam. Membuat kita sulit melupakan."

Jumat, 10 Juni 2011

Jatuh Cinta

When you are sorrowful look again in your heart, 
and you shall see that in truth you are weeping for that which has been your delight.  
~Kahlil Gibran~

Dear "Jatuh Cinta"... Aku tak pernah melupakan bagaimana rasamu saat pertama kamu datang padaku. Tiba-tiba memenuhi perutku, mengelitiki dindingnya, membuat mulas, dan perlahan naik ke atas menyesaki dada. Mungkin saat itu engkau membelah diri, menjadi banyak, memenuhi rongga perutku, meluap sampai dadaku, dan berakhir dengan pipiku yang memanas karena rasa malu bercampur bahagia saat bertemu dengannya. Kau tahu, rasanya aneh. Dan aku berubah pula menjadi aneh. Aku seperti bukan diriku lagi. Memikirkan hal-hal aneh dan melakukan hal-hal yang aneh. Setelah sekian waktu berlalu, aku menjadi mengerti, mengapa orang mengatakan "jatuh cinta bisa merubah siapapun". Mungkin itu yang terjadi. Kamu merubahku menjadi aneh. Tapi aku suka. Menikmatinya.

Waktu terus berputar. Kamupun pergi. sepertinya kamu tak betah berlama-lama tinggal di perut dan dadaku. Juga pipiku. Atau mungkin 'luka' mengusirmu. Luka memang tak tahu diri, begitu saja merebut tempatmu dan menggantikannya dengan rasa sakit dan air mata. Meski dia juga memenuhi dadaku, tapi rasanya sakit. Dia juga membuat pipiku memanas, tapi bukan karena malu bercampur bahagia, melainkan karena menangis.Tapi tak mengapa, saat kamu pergi luka mengajariku untuk tumbuh. Ternyata dia tak begitu jahat seperti perkiraanku sebelumnya.

Beberapa hari yang lalu sang waktu mengirimkan kembali dia yang pernah membuatmu dan luka datang padaku. Aku mencari-carimu. Di perut dan dadaku. Tapi aku tak menemukanmu. Padahal aku merindukanmu. Aku ingin menyapamu. Mungkin hanya sebatas menanyakan kabarmu. Dimana kau berada sekarang, apakah sedang menempati perut, dada, dan pipi seseorang yang lain ? Aku yakin begitu..

Lalu hari ini aku terbangun. Ada sesuatu yang aku rasakan. Pipiku yang memanas. Tapi sepertinya itu bukan kamu, karena aku tak merasa sedang malu ataupun bahagia. Tiba-tiba sudut mataku yang mengembun memberitahuku apa yang telah terjadi. Ternyata bukan dirimu yang datang, tapi luka. Aku tak tahu pasti mengapa luka yang datang dan bukannya kamu. Aaah... Aku tak mau menyimpan pikiran buruk. Mungkin luka itu datang agar aku semakin pandai mema'afkan. Ada yang belum terselesaikan di antara kami, aku rasa luka datang untuk menyelesaikannya. Tulus mema'afkannya dan lukapun akan segera pergi seperti halnya dirimu.


Kamis, 09 Juni 2011

Tanpamu


senyuman mungkin masih menghiasi bibirku
tapi adakah kau tahu
senyuman itu tak sehangat seperti saat kau di sisiku

udara mungkin masih memenuhi rongga nafasku
tapi adakah kau mengerti
desahnya terdengar lebih sulit tanpa dekapanmu

kakiku mungkin tegar menapaki waktu
tapi adakah kau menyadari
langkahnya terasa lebih berat tanpa genggaman tanganmu

tanpamu
segalanya tak pernah lagi sama untukku



cepat pulang...


The Simple Thing

Bosan. Rasa yang kerap mampir tanpa di undang. Tiba-tiba saja sudah berada di ruang hati dan mewarnainya menjadi kelabu. Dan yang lebih membuat tidak nyaman adalah saat rasa bosan itu betah di situ. Tak mau pergi. Bahkan berlama-lama. Ujung-ujungnya mengeluh. Itu hal termudah yang biasanya kita lakukan.

Rutinitas adalah salah satu penyebabnya. Mulai dari membuka mata hingga kembali terlelap, melakukan kegiatan yang itu-itu juga. Monoton. Berulang. Begitu setiap melewati hari. Semua seperti terprogram. Teratur berurutan. Yang kita lakukan menjadi sekedar menyelesaikan kewajiban. Harus bekerja. Harus makan. Harus pergi. Harus begini, begitu, dan seterusnya. Semua hanya sekedar kewajiban. Tak pernah menikmati apa yang sedang dilakukan.

Kapan terakhir kita terbangun dan mampu menikmati pagi. Merasakan angin pagi yang lembut mengecup pipi. Berjalan dengan kaki telanjang diatas rumput yang basah embun dan merasakan dinginnya menggelitik kaki. Mensyukuri hangat matahari pagi yang seperti pelukan. Kapan terakhir kali kita benar-benar menikmati apa yang kita makan. Bermacam rasa yang seperti membelai lidah dan tidak hanya sekedar melewatinya dan berakhir di perut. Rasa kenyang yang melegakan penuh kesyukuran. Kapan terakhir kali kita menikmati pekerjaan kita. Keikhlasan melakukannya demi senyum keluarga di rumah. Menikmati setiap kesulitan yang ditimbulkannya sebagai sesuatu untuk membangun diri lebih baik lagi. Kapan terakhir kali kita benar-benar menikmati tidur kita. Menyadari nikmatnya kasur empuk dan sprei bersih yang mungkin tak semua orang bisa menikmatinya. Kapan kita...

Bangun pagi, makan, bekerja , tidur, dan seterusnya, sebenarnya sesuatu yang biasa. Sesuatu yang simple. Tapi saat kita mampu menikmatinya akan menjadi sesuatu yang luar biasa dan terasa lebih istimewa. Saat kita mampu menikmatinya semua terasa lebih bermakna. Kita bukan hanya sekedar hidup tapi menikmati kehidupan. Itulah bahagia yang sesungguhnya. Jangan biarkan sesuatu yang simple justru kehilangan maknanya hanya karena kita tak mampu menikmatinya.



Selasa, 07 Juni 2011

Menua Bersamamu

Menua bersamamu. Itu dambaku...
  • Selalu. Ada saatnya nanti, engkau membangunkanku dengan kecupan pagi tanpa perduli segala keriput di pipi.
  • Selalu. Ada saatnya nanti, kita saling mengucap harapan di sela pelukan panjang saat tengah malam tiba di setiap tanggal lahir kita.
  • Selalu. Ada saatnya nanti, kita bergandengan tangan menyusuri setiap kenangan, dan engkau mencoba mengingatkanku kembali tentang segala yang pernah terjadi. (Kau tahu, aku selalu merasa bakal pikun lebih dulu dibanding dirimu)
  • Selalu. Ada saatnya nanti, kita pergi jalan-jalan dengan cucu kita, dan berdebat apa yang sebaiknya kita lakukan saat cucu kita mulai berulah. (Kau selalu begitu : menginginkan yang terbaik buat anak-anak. Kau pasti akan melakukan hal yang sama pada cucu kita)
  • Selalu. Ada saatnya nanti, kita saling menemani melewati sore dan menikmati secangkir teh melati kesukaan kita. Cukup satu setengah sendok teh gula untuk cangkirmu bukan ?
  • Selalu. Ada saatnya nanti, engkau membantu menyisir rambut putihku karena tanganku yang renta mulai kesulitan menyisir dan menggelungnya.
  • Selalu. Ada saatnya nanti, kita saling mengantar chek up kesehatan ke tempat dokter langganan.
  • Selalu. Ada saatnya nanti, setelah sujud-sujud kita, engkau duduk menengadahkan tangan berdoa dengan suara tuamu yang gemetar, dan aku duduk sedepa di belakangmu, mengamini.
  • Selalu. Ada saatnya nanti, dimanapun dan kapanpun aku selalu bisa menemukanmu. Tak jauh dari pandanganku. Menjagaku.

Ingin menua bersamamu, Cinta...
Aamiin...

Badai

hadirmu...
alangkah badai
kemana harus berlari
sekejap terseret
kemudian terhempas
hancur
lantak
sakit
menyisakan
kubangan air mata

Sang Maha Cinta
kecup luka

Gerimis

resah...
mendapati sunyi tanpa nafasmu
dingin
gerimis
detik meluruh dalam rintik
basah berhamburan
di antara denting dedaunan
diantara bisik angin malam
tak pasti
entah
basah gerimis
atau
air mataku

Minggu, 05 Juni 2011

Tombol F1

Pernah tidak merasa hidup itu begitu 'complicated'. Saking rumitnya tak tahu pasti apa yang mesti dilakukan. Bingung. Seolah semua serba menuju ke titik buntu. Kalau sudah begini, kadang berpikir, bagaimana seandainya dalam hidup ini ada tombol F1 seperti dalam komputer. Kamu hanya tinggal memencet tombol itu di keyboard, lalu muncul serentetan perintah yang memberimu cara menyelesaikan masalah selangkah demi selangkah. Kamu tinggal mengikutinya. Dan selesai. Masalahpun terpecahkan.

Hidup memang tak se-simple itu. Masalah ada bukannya tanpa alasan. Aku selalu merasa bahwa setiap masalah yang muncul sekarang dan kehidupan kita di masa mendatang memiliki benang merah. Saling berhubungan. Masalah di atur sedemikian rupa agar kita menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik lagi. Lebih tangguh. Lebih kuat. Lebih tegar. Lebih bijak. Masalah menjadi semacam cara-Nya memberi sayap untuk kita agar mampu terbang lebih kuat lagi dalam medan kehidupan apapun juga. Semakin sulit masalah, semakin kita butuh tenaga dan pikiran untuk menyelesaikannya, maka semakin kita tertempa menjadi pribadi yang lebih unggul di kemudian hari. Bagaimanapun juga Yang Maha Kuasa telah mengaruniai kita akal pikiran. Dengan kata lain sebenarnya setiap masalah selalu ada jalan keluarnya asalkan kita mau berpikir.

Meski begitu, tombol F1 tetap bisa kita gunakan. Mungkin tak seperti dalam komputer yang hanya tinggal pencet. Tapi dengan berdoa. Itulah tombol F1 yang kita miliki dalam hidup ini. Doa selalu memberi kekuatan tersendiri dalam setiap masalah yang kita hadapi. Semua Dia yang mengatur, juga masalah yang kita hadapi, lalu mengapa kita tidak memohon pertolongan-Nya. Memohon petunjuk untuk jalan keluar yang terbaik dari-Nya. Setelah segala usaha yang kita lakukan doa adalah penguatnya. Tak ada yang tak mungkin bagi-Nya. So, jangan ragu menggunakan tombol F1 milikmu. Berdoa. Untuk apapun masalah yang mungkin tengah membelitmu.

Menunggu

  • Menunggu hanyalah belajar mengeja r i n d u bersama sang waktu.
  • Menunggu hanyalah waktu yang lebih panjang untuk merajut doa untukmu.
  • Menunggu hanyalah mengurai detik satu persatu dan memaknainya dengan cintaku.
  • Menunggu hanyalah membuktikan bahwa sang waktu setia menemaniku hingga kau datang padaku.
  • Menunggu hanyalah bersabar menanti langkahmu  untuk datang memelukku.

Saat menunggu, kukumpulkan jutaan bintang dan kunang-kunang untukmu. Akan kukirimkan bersama rindu. Agar terang jalanmu menujuku...

Kamis, 02 Juni 2011

Warna Hati

Aku selalu percaya bahwa hati itu memiliki warna. Warnanya tidak statis. Seperti bunglon, warnanya berubah-ubah sesuai suasana hati. Kadang dia berwarna biru saat hati merasa rindu. Bisa juga oranye bila semangat memenuhi ruang hati. Atau merah saat hati penuh kemarahan dan dendam menyala. Kadang juga hati berwarna abu-abu, saat merasa sedih dan hampa. Atau malah hitam, saat kedengkian dan kebencian mendominasi hati. Dan saat dipenuhi bahagia, hati berwarna merah jambu.

Aku juga selalu percaya bahwa warna hati kita ditentukan oleh diri kita sendiri. Kita yang memegang kendali sepenuhnya atas warna hati kita. Kita sendiri decision maker-nya. Yang memutuskan apa warna hati yang kita ingini. Mungkin seseorang membuat hati kita membenci karena perbuatannya, tapi kita tetap bisa memutuskan sendiri apakah hati kita akan turut menghitam atau sebaliknya menjadikannya merah jambu dengan mema'afkan dan tetap mencintai agar tetap merasa bahagia di dekat orang itu. Atau mungkin begini. Saat hati abu-abu karena merasa sedih dan hampa. Kita bisa merubahnya dengan warna yang lebih ceria dengan cara bersyukur dan berdamai dengan diri kita sendiri. Jadi sebenarnya warna hati tidak ditentukan oleh apa yang ada di luar diri kita. Hati ada di dalam diri kita, maka kitalah yang seharusnya bisa menentukan sendiri apa warna hati kita. Dan melakukan apa untuk warna hati yang kita ingini.

Tapi terkadang kita begitu bodoh menyerahkan seseorang atau keadaan memberi warna hati kita. Terus nelangsa berhati abu-abu karena keadaan yang tak sesuai keinginan, tak seperti yang diharapkan. Menjadi pendendam dengan hati hitam karena seseorang yang telah menyakiti dan melukai. Padahal semua itu tak akan terjadi bila kita memutuskan bahwa kita sendirilah yang berhak mewarnai hati kita, bukan keadaan atau orang lain.

Bicara soal warna hati, aku menginginkan hari ini hatiku berwarna merah jambu. Aku ingin bahagia. Memperbanyak syukur sepertinya adalah cara terbaik agar hatiku selalu merah jambu. Buat kamu, selamat mewarnai hati juga ya...:)

Pencuri

Di setiap pertengahan tiga puluh hari yang berlalu, malam mencuri cahaya matahari. Diberikannya kepada rembulan, agar wajahnya penuh berseri. Kemudian aku mengenalinya sebagai purnama.

Di setiap akhir tangisannya, pun hujan mencuri cahaya matahari. Meletakkannya di sela-sela sisa air matanya, agar berpendar penuh rona warna-warni untuk menghibur hatinya. Kemudian aku memanggilnya pelangi.

Lalu, di setiap waktu yang mengalir di antara kita, engkau mencuri hatiku. Meninggalkan degup-degup kencang yang tak mampu teruraikan pasti oleh kata. Dan aku, menyebutnya cinta.

Malam, hujan dan engkau. Pencuri yang datang tanpa di undang tapi pada akhirnya menghadirkan keindahan di bibir rasa. Seperti halnya matahari, akupun tak keberatan dicuri. Curilah hatiku. Sebanyak engkau mau.

Rabu, 01 Juni 2011

Kangen

Dear... Aku kangen.
Kalau dimana-mana selalu ingat kamu, itu kangen. Seolah kamu menempel di pikiranku. Susah dihilangkan. Seperti permen karet yang menempel di bawah sepatu. Perlu usaha lebih untuk melepaskannya. Kadang aku curiga, mengapa begitu susah menghilangkan kamu dari pikiranku. Atau mungkin sebenarnya aku tak ingin kamu pergi dari pikiranku. Tanpa sadar aku justru malah mengikatmu di situ. Yah, mengikatmu. Dengan cinta. Kesimpulannya mungkin begini, Saat kau kangen seseorang berarti kau mencintainya. Jadi, apakah pagi ini kau juga kangen aku ? Kuharap jawabanmu "ya". Agar aku bisa tenang. Kau masih mencintaiku.

-------

♥ Kangen itu tiba-tiba kamu ada di kepulan asap kopi yang ku minum pagi ini. Tersenyum teduh menatapku.

♥ Kangen itu perasaan kosong di sudut hati, saat terbangun dan menyadari kau tak ada di sisiku.

♥ Kangen itu seperti malam tanpa purnama. Tak seindah yang seharusnya.

♥ Kangen itu bolak-balik melihat ponsel merahku. Berharap kamu mengirim pesan untukku.

♥ Kangen itu mendadak ingin mendengarkan lagu-lagu sendu. Aku bahkan bisa mengingat bau tubuhmu diantara nyanyian itu.

♥ Kangen itu kekuatan. Yang membuatku bertahan untuk menunggu.

♥ Kangen itu seperti cegukan. Terkadang butuh air mata untuk meredakannya.

♥ Kangen itu kadang membuat pertanyaan berulang-ulang di benakku : "Apakah kau juga merinduku". Pertanyaan bodoh yang seharusnya aku tahu jawabanmu.

♥ Kangen itu doa-doa yang semakin panjang ku lantunkan. Berharap engkau baik-baik saja disana.

♥ Kangen itu kamu. Cinta dalam hidupku.

Jembatan

Jatuh dan patah. Adalah hal yang biasa dalam hidup ini. Bahkan sangat biasa. Hampir setiap kita pernah mengalaminya. Begitu biasanya bahkan kita bisa menemukan episode jatuh dan patah ini dalam setiap kehidupan orang-orang yang kita kenal. Atau justru itu menimpa dirimu sendiri ? Aku pernah. Sakit.

Meski setiap kita pernah jatuh dan patah, ada yang membedakan. Yaitu ketinggiannya. Semakin tinggi kau mencintai seseorang semakin sakit pula bila kau terjatuh. Dan mungkin tidak saja patah tapi juga hancur.

Ada lagi yang membedakan, setiap kita berbeda cara menghadapinya. Menyikapinya. Ada yang begitu hancur bahkan berdarah tapi begitu tegar menerimanya. Tapi ada juga yang merasa bahwa itu adalah akhir dari segalanya. Yang terakhir sepertinya tidak disarankan. Bagaimanapun juga hidup terus berlanjut meski semuanya terasa menyakitkan atau tidak.

Jatuh dan patah adalah jembatan menuju hati yang lain. Jembatan yang harus kau lalui untuk menemui hati yang lain. Hati yang lebih baik. Hati yang lebih cinta. Hati yang lebih perduli. Hati yang lebih mengerti. Jembatan itu mungkin dibangun dengan rasa sakit dan air mata. Tapi di ujung lain kau menemukan bahagia yang lebih pula. Mungkin saat kau menyebrang ke hati yang lain itu keberuntungan belum berpihak padamu. Jatuh dan patah kembali mewarnai perjalanan cintamu. Tapi itu akan kembali menjadi jembatan untukmu. Begitu seterusnya. Hingga pada akhirnya engkau menemukan dia, belahan jiwa.

Buat kamu yang sedang jatuh dan patah, semoga ini adalah jembatan terakhir yang kau lalui untuk menemui cinta terakhirmu. Doaku untukmu.