Jendela, kamu itu teman. Kamu selalu ada saat aku kesepian. Menemani dengan tatapan beningmu. Mungkin itu mengapa aku begitu betah di dekatmu. Duduk berlama-lama di depanmu. Saat malam turun, dan tak banyak yang bisa aku lakukan, aku selalu menemuimu. Dengan terbuka kau menerimaku. Kamu biarkan kedua tanganku bertumpu di badanmu yang kokoh. Membiarkan aku menikmati malam selama yang aku inginkan. Dan hebatnya meski berjam-jam tanganku menekan tubuhmu, tak ada keluhan dari bibirmu. Dengan sabar kamu menemaniku. Begitupun saat pagi menjelang. Aku kembali menemuimu. Dan dengan setia kamu mengawasiku menghirup wangi pagi. Begitulah. Kamu selalu ada untukku. Kapanpun aku mau.
Sepertinya aku harus belajar darimu. Kamu begitu terbuka. Begitu setia. Meski terkadang aku sibuk seharian, tapi kamu tetap menantiku.
Kamu begitu kokoh. Tegar. Sabar menerima panas matahari yang menusuk. Juga tak pernah ada amarah saat kaki-kaki hujan berlarian di kayumu. Membuatmu melapuk dan terluka.
Kamu begitu pendiam. Tak banyak bicara. Hanya kadang kacamu yang bening seperti mengatakan sesuatu saat hujan atau angin menyapamu. Aku tak tahu pasti apa yang kamu katakan. Mungkin bahasa jendela. Mungkin kamu menyapa hujan dan angin dengan salam mesra. Aku bahkan percaya kamu merangkai kata-kata romantis dalam salammu itu.
Kamu penjaga rahasia sejati. Kamu mengetahui hampir seluruh rahasiaku. Kamu tahu aku suka menangis diam-diam saat begitu merindukannya. Kamu juga tahu jantungku yang berdebar kencang setiap mendengar suaranya di telpon. Sedihku, bahagiaku, kamu sangat tahu. Sejauh matamu memandang ke dalam aku tahu kamu begitu mengerti aku. Tapi semuanya kamu simpan dalam diammu. Kamu bungkam. Kamu bisu. Menjaga rahasiaku.
Kamu itu pengertian. Kamu selalu tahu bagaimana membuatku nyaman. Tawamu yang lebar mempersilahkan semilir angin masuk ke dalam. Membuatku tertidur dalam kedamaian. Tapi kamu juga tahu kapan saatnya harus diam. Diammu yang menghangatkanku dari dingin yang menusuk. Menjagaku dari kebekuan.
Kamu juga penghibur yang hebat. Saat sunyi menghampiri, kamu ajak aku mendengarkan cerita angin tentang hari ini. Saat aku sedih kamu tunjukkan senja yang mengerling indah. Juga rembulan yang cahayanya menetes menghibur hati yang lara. Kamu tahu, yang kamu lakukan benar-benar menghiburku. Membuat hatiku kembali merah jambu.
Jendela, kamu bukan hanya teman. Kamu mengajarkanku banyak hal.
Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar