Hujan semakin sulit melupakan, saat bayang-bayang kekasihnya di jumpainya hampir di sudut hari yang dilaluinya. Senyumnya. Pelukannya. Genggaman jemarinya. Bau tubuhnya. Caranya berjalan. Tertawanya yang lepas. Tatapannya. Getaran suaranya. Semuanya terekam jelas di benaknya. Hujan mencintai kekasihnya terlalu dalam. Terlalu jatuh. Terlalu mengingat apa yang ada di diri kekasihnya. Membuatnya semakin sulit melupakan.
Mungkin sebaiknya dia pikun atau amnesia sekalian. Agar tak ada lagi sedikitpun tentang kekasihnya yang tertinggal di ingatannya. Memiliki ingatan baru. Dengan orang-orang baru di dalamnya. Dan menemukan salah satu di antara mereka yang benar-benar mencintainya. Tak membiarkan gerimis sedikitpun menetes dari matanya. Menjaganya dari luka.
Sudahlah. Berhenti memikirkan sesuatu yang tak pasti. Perlahan hujan beranjak dari tempat tidurnya. Bantalnya telah basah gerimis. Dirapikannya gaunnya yang terlihat kusut. Kemudian berbisik pada dirinya sendiri. "Mungkin tempatmu memang disitu, dipikiranku. Akan kubiarkan kau tetap disitu selama apapun itu. Meski mungkin setiap hari gerimis akan jatuh dari mataku. Menusuk-nusuk tubuhku. Melukaiku."
Hujan memilih menerima kenyataan. Melupakan tak pernah mudah untuknya. Terlebih itu kekasihnya. Yang dicintainya seperti bernafas. Membiarkan apa yang tengah terjadi mengalir. Begitu saja. Tahun akan membantunya lupa.Tuhan akan mengecup luka. Hujan meyakininya.
---
"Banyak orang datang dan pergi dalam kehidupan kita. Ada yang pergi begitu saja seperti daun kering yang dihempas angin. Tak berbekas. Tapi ada yang tertinggal di hati. Meninggalkan jejak. Terlalu dalam. Membuat kita sulit melupakan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar