- Selalu. Ada saatnya nanti, engkau membangunkanku dengan kecupan pagi tanpa perduli segala keriput di pipi.
- Selalu. Ada saatnya nanti, kita saling mengucap harapan di sela pelukan panjang saat tengah malam tiba di setiap tanggal lahir kita.
- Selalu. Ada saatnya nanti, kita bergandengan tangan menyusuri setiap kenangan, dan engkau mencoba mengingatkanku kembali tentang segala yang pernah terjadi. (Kau tahu, aku selalu merasa bakal pikun lebih dulu dibanding dirimu)
- Selalu. Ada saatnya nanti, kita pergi jalan-jalan dengan cucu kita, dan berdebat apa yang sebaiknya kita lakukan saat cucu kita mulai berulah. (Kau selalu begitu : menginginkan yang terbaik buat anak-anak. Kau pasti akan melakukan hal yang sama pada cucu kita)
- Selalu. Ada saatnya nanti, kita saling menemani melewati sore dan menikmati secangkir teh melati kesukaan kita. Cukup satu setengah sendok teh gula untuk cangkirmu bukan ?
- Selalu. Ada saatnya nanti, engkau membantu menyisir rambut putihku karena tanganku yang renta mulai kesulitan menyisir dan menggelungnya.
- Selalu. Ada saatnya nanti, kita saling mengantar chek up kesehatan ke tempat dokter langganan.
- Selalu. Ada saatnya nanti, setelah sujud-sujud kita, engkau duduk menengadahkan tangan berdoa dengan suara tuamu yang gemetar, dan aku duduk sedepa di belakangmu, mengamini.
- Selalu. Ada saatnya nanti, dimanapun dan kapanpun aku selalu bisa menemukanmu. Tak jauh dari pandanganku. Menjagaku.
Ingin menua bersamamu, Cinta...
Aamiin...
Subhanalloh.... menitik air mata ini membaca tulisan mbak Wulan itu..
BalasHapussyukron...:)
BalasHapus